Monday, October 22, 2007,5:43 PM
Cermin
Sebuah ruangan, air mata, tanya, jenazah dalam peti, mobil bersirine, degup jantung yang makin kencang seiiring mendekatnya suara mobil itu, yang ditunggu akhirnya datang,

Peti dibawa dengan suara derap serdadu, suasana khidmat, bisu, hanya seorang perempuan yang tangisnya terdengar, sebagian besar pun mungkin menangis, yaaa hanya satu yang terdengar,

Peti diletakan, serdadu memberi hormat, sunyi, wajah-wajah tak hanya menatap sejadah, tak hanya ingin mengintip isi peti, ada yang menerawang ke belakang, menerka masa depan, tak hanya tentang jenazah, tapi tentangnya dan Nya.

Selesai shalat...

Seseorang berdiri tegak, memegang mikrofon kecil, berdiri sambil menatap peti jenazah, bukan hanya dia, semua orang yang berdiri, masih dalam sucinya air wudhu,

Cermin, seru lelaki itu, yaaa jenazah ini ia anggap cermin, tempatnya belajar bagaimana hidup tanpa mengeluh, si bijak itu pun masih perlu bercermin,

Peti diangkut kembali, dengan derap sepatu serdadu, hening, air mata, kesedihan, mungkin hinggap di sebagian besar orang di ruangan ini, hanya tangis seorang ibu yang terdengar,

Jenazah pulang, ke kota kelahirannya, ke tanah yang ia rindukan, pada Tuhan yang menciptakan....

In memoriam, di millis, pemutaran karyanya, seorang pemberita, terekam sepertinya ia hidup dalam pita-pita kaset mini DV, dalam hati sahabat-sahabatnya, orang tua, lelaki pencermin itu.

Cermin, lantas aku pun bercermin, masih adakah tangis untuk kematianku atau mungkin tawa puas, masih adakah kenangan manis yang akan diingat temanku, atau kebusukkan saja yang akan dikenang, derap serdadu,

kesunyian nan megah,
 
diketik oleh helmi matari
0 ada komentar?
seperti mentari yang tak mengeluh pada harus